BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Dalam sekarang ini masih banyak orang yang bingung
tentang filsafat. Apalagi untuk orang yang masih awam di bidang pendidikan. Mereka
hanya menganggap filsafat adalah sebuah filosofi orang dulu saja atau seperti
kata-kata bijak yang mengatur perilaku kita atau ada yang mengatakan bahwa
filosofi itu merupakan sejarah mengenai sesuatu. Jelas disini bahwa banyak
sekali pandangan yang berbeda mengenai filosofi.
Banyak juga yang belum paham juga mengenai ilmu dan
filsafat. Banyak yang menganggap bahwa ilmu itu adalah sesuatu yang diajarkan
guru kepada muridnya. Tetapi ternyata ilmu tidak sesempit yang kita ketahui.
Apalagi bagaimana hubungan ilmu dan filsafat itu. Apakah ada hubunganya atau
tidak.
Sebagai seorang mahasiswa kita seharusnya mengetahui
pertanyaan-pertanyaan tadi. Karena kita dianggap lebih dari sekedar siswa.
Apalgi sebagai calon guru kita harus tahu apa ilmu itu dan bagaimana
hubungannya dengan filsafat.
B.
Perumusan
Masalah
1.
Bagaimana hubungan
antara ilmu dan filsafat?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah
1.
Untuk mengetahui
hubungan ilmu dan filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum
membahas tentang bagaimana hubungan antara Ilmu dengan Filsafat, sebaiknya kita
mengetahui dulu apakah pengertian Ilmu dan filsafat itu.
A.
Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alama. Arti dasar dari kata ini adalah
pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam proposisi Bahasa Indonesia sering disejajarkan
dengan kata science dalam bahasa
Inggris. Kata science itu sendiri memang bukan bahasa Asli Inggris, tetapi
merupakan serapan dari bahasa Latin, Scio,
scire yang arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa
science berasal dari kata scientia
yang berarti pengetahuan. Scientia bersumber dari bahasa Latin Scire yang
artinya mengetahui. Terlepas dari berbagai perbedaan asal kata, tetapi jika
benar ilmu disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris, maka
pengertiannya adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dipakai dalam bahasa
Indonesia, kata dasarnya adalah “tahu”. Secara umum pengertian dari kata
“tahu” ini menandakan adanya suatu pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman
dan pemahaman tertentu yang dimiliki oleh seseorang.
Pendapat yang sama diungkapkan M.
Quraish Shihab. Ia berpendapat bahwa ilmu berasal dari bahasa Arab, ilm. Arti dasar dari kata ini adalah
kejelasan. Karena itu, segala bentuk kata yang terambil dari kata ‘ilm seperti
kata ‘alm (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ‘alam (gunung-gunung) dana ‘alamat
mengandung objek pengetahuan. Ilmu dengan demikian dapat diartikan sebagai
pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
Athur Thomson mendefinisikan ilmu
sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski
dalam perwujudan istilah yang sangat sederhana.
S. Hornby mengartikan ilmu sebagai: Science is organized knowledge obtained by
observation and testing of fact (ilmu adalah susunan atau kumpulan
pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta. Kamus bahasa Indonesia,
menerjemahkan ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu pula. Kamu ini juga menerangkan bahwa ilmu dapat
diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat,
lahir dan bathin.
Poincare menyebutkan bahwa ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi (science consist entirely of convertions in the sence of disguised definitions). Pengertian dan kandungan ilmu yang dicoba ditawarkan Poincare ini, harus pula diakui memperoleh penolakan dari berbagai ahli. Bahkan ada anggapan yang menyatakan bahwa pikiran Poincare ini merupakan kesalahan besar. Le Ray seolah menjadi antitesis dari pemikiran Poincare. Le Ray misalnya menyatakan bahwa “Science consist only of consecrations and it is solely to this circumstance that is owes its apparent certainly”. Le Ray juga menyatakan bahwa science cannot teach us the truth, it’s can serve us only as a rule of action (ilmu tidak mengajarkan tentang kebenaran, ia hanya menyajikan sejumlah kaidah dalam berbuat.
Poincare menyebutkan bahwa ilmu berisi kaidah-kaidah dalam arti definisi yang tersembunyi (science consist entirely of convertions in the sence of disguised definitions). Pengertian dan kandungan ilmu yang dicoba ditawarkan Poincare ini, harus pula diakui memperoleh penolakan dari berbagai ahli. Bahkan ada anggapan yang menyatakan bahwa pikiran Poincare ini merupakan kesalahan besar. Le Ray seolah menjadi antitesis dari pemikiran Poincare. Le Ray misalnya menyatakan bahwa “Science consist only of consecrations and it is solely to this circumstance that is owes its apparent certainly”. Le Ray juga menyatakan bahwa science cannot teach us the truth, it’s can serve us only as a rule of action (ilmu tidak mengajarkan tentang kebenaran, ia hanya menyajikan sejumlah kaidah dalam berbuat.
Pengertian
ilmu adalah gambaran bahwa pada prinsipnya ilmu
merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan
pengetahuan atau fakta yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam
kehidupan sehari-hari, dan dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan
teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian
ilmiah (observasi, eksperimen, survai, studi kasus dan lain-lain)
a. Dalam
ilmu ada segi, ada aspek, ada karateristik dsb.
Aspek-aspek ilmu pengetahuan itu adalah aspek fenomenal
dan aspek struktural. Aspek fenomenal ilmu pengetahuan menampakkan diri dalam
bentuk masyarakat, proses dan produk. Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan disebut sebagai ilmu pengetahuan apabila didalamnya terdapat
unsur-unsur sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui.
Karakteristik ilmu ada beberapa antara lain :
v hasil ilmu bersifat akumulatif dan
merupakan milik bersama
v Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak
dan bisa terjadi kekeliruan
v obyektif tidak bergantung pada
pemahaman secara pribadi
v bersifat yang reliable, valid, dan
akurat
v koheren pernyataan/susunan ilmu tidak
kontradiksi dengan kenyataan
v memiliki
generalisasi suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum
v dapat
melakukan prediksi;
ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
b. Dalam
ilmu ada dimensi yang harus diperhatikan.
c. Dalam
ilmu ada keunikan.
Berpikir
keilmuan diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi. Masalah
memiliki beberapa hal antara lain : latar belakang, warna, dimensi, bentuk,
keunikan, intensitas, dan kondisi. Berpikir keilmuan pernah dilakukan oleh
filsuf seperti Aristoteles dan Edmund Husserl. Edmund Husserl menyusun metode
yang disebut fenomenologi berusaha memahami esensial obyek tertentu dengan
analisis dan penalaran
Dari beberapa definisi ilmu di atas,
maka, kandungan ilmu berisi tentang; hipotesa, teori, dalil dan hukum. Penjelasan di atas juga menyiratkan
bahwa hakekat ilmu bersifat koherensi sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda
dengan pengetahuan. Ilmu tidak memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan
berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru menandakan adanya satu
keseluruhan ide yang mengacu kepada objek atau alam objek yang sama saling
berkaitan secara logis. Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak
memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan penalaran masing-masing orang.
Ilmu akan memuat sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya
belum dimantapkan. Oleh karena itu, ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan
kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berpikir metodik serta
tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting dalam konteks ilmu adalah
terminology ilmiah.
B.
Pengertian Filsafat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, Filsafat ilmu adalah merupakan bagian
dari filsafat yang
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari
dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya
antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan
erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat
ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan
bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan
serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari
sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran
yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan
model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philoshophos. Menurut
bentuk kata, philosophia diambil dari kata philos dan shopia atau philos dan
sophos. Philos berarti cinta dan shopia atau shopos berarti kebijaksanaan,
pengetahuan, dan hikmah. Dalam pengertian ini seseorang dapat disebut telah
berfilsafat apabila seluruh ucapannya dan perilakunya mengandung makna dan ciri
sebagai orang yang cinta terhadap kebijaksanaan, terhadap pengetahuan dan terhadap
hikmah.
Pada awalnya, kata sofia lebih sering diartikan sebagai
kemahiran dan kecakapan dalam suatu pekerjaan, seperti perdagangan dan
pelayaran. Dalam perkembangan selanjutnya, makna dari kata kemahiran ini lebih
dikhususkan lagi untuk kecakapan di bidang sya’ir dan musik. Makna ini kemudian
berkembang lagi kepada jenis pengetahuan yang dapat mengantarkan manusia untuk
mengetahui kebenaran murni. Sofia dalam arti yang terakhir ini, kemudian
dirumuskan oleh Pythagoras bahwa hanya Dzat Maha Tinggi (Allah) yang mampu
melakukannya. Oleh karena itu, manusia hanya dapat sampai pada sifat “pencipta
kebijaksanaan”. Pythagoras menyatakan: “cukup seorang menjadi mulia ketika ia
menginginkan hikmah dan berusaha untuk mencapainya.
Harun Hadiwijono berpendapat bahwa filsafat diambil
dari bahasa Yunani, filosofia.
Struktur katanya berasal dari kata filosofien yang berarti mencintai
kebijaksanaan. Dalam arti itu, menurut Hadiwijono filsafat mengandung arti
sejumlah gagasan yang penuh kebijaksanaan. Artinya, seseorang dapat disebut
berfilsafat ketika ia aktif memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam
pengertian ini lebih memperoleh kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian
ini lebih berarti sebagai “Himbauan kepada kebijaksanaan”.
Harun Nasution beranggapan bahwa kata filsafat bukan
berasal dari struktur kata Philos dan shopia, philos dan shophos atau
filosofen. Tetapi kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang struktur
katanya berasal dari kata philien dalam arti cinta dan shofos dalam arti
wisdom. Orang Arab menurut Harun memindahkan kata Philosophia ke dalam bahasa
mereka dengan menyesuaikan tabi’at susunan kata-kata bahasa Arab, yaitu
filsafat dengan pola (wajan) fa’lala, fa’lalah, dan fi’la. Berdasarkan wajan
itu, maka penyebutan kata filsafat dalam bentuk kata benda seharusnya disebut
falsafat atau Filsaf. Harun lebih
lanjut menyatakan bahwa kata filsafat yang banyak dipakai oleh masyarakat
Indonesia, sebenarnya bukan murni berasal dari bahasa Arab sama seperti tidak
murninya kata filsafat terambil dari bahasa Barat, philosophy. Harun justru
membuat kompromi bahwa filsafat terambil dari dua bahasa, yaitu Fil diambil
dari bahasa Inggris dan Safah dari bahasa Arab. Sehingga kata filsafat, adalah
gabungan antara bahasa Inggris dan Arab. Berfilsafat artinya berpikir menurut
tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta
agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya.
Atas dasar itu, maka menurut Harun, secara etimologi
filsafat dapat didefinisikan sebagai:
1. Pengetahuan tentang hikmah
2. Pengetahuan tentang prinsip atau
dasar
3. Mencari kebenaran
4. Membahas dasar dari apa yang dibahas Ali Mudhafir berpendapat bahwa kata
filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata Falsafah (Arab),
Phyloshophy (Inggris), Philosophie (Jerman, Belanda dan Perancis). Semua kata
itu, berasal dari bahasa Yunani Philosphia. Kata philosophia sendiri terdiri
dari dua suku kata, yaitu Philien, Philos dan shopia. Philien berarti
mencintai, philos berarti teman dan sophos berarti bijaksana, shopia berarti
kebijaksanaan.
Dengan demikian, menurut Ali
Mudhafir ada dua arti secara etimologi dari kata filsafat yang sedikit berbeda.
Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata philien dan shopos,
maka ia berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (ia menjadi sifat).
Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata philos dan shopia, maka ia
berarti teman kebijaksanaan (filsafat menjadi kata benda).
Konsep dan
pernyataan ilmiah
Ilmu berusaha menjelaskan tentang apa
dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana teori ilmu pengetahuan dapat
menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk tujuan ini, ilmu menggunakan
bukti dari eksperimen, deduksi logis serta pemikiran rasional untuk mengamati
alam dan individual di dalam suatu masyarakat.
Empirisme
Salah satu konsep mendasar tentang
filsafat ilmu adalah empirisme, atau ketergantungan pada bukti.
Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman
yang kita alami selama hidup kita. Di sini, pernyataan ilmiah berarti harus
berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Hipotesa ilmiah dikembangkan dan
diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimentasi.
Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat selalu diulang dan mendapatkan
hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap sebagai bukti yang dapat
digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang bertujuan untuk menjelaskan
fenomena alam.
Falsifiabilitas
Salah satu cara yang digunakan untuk
membedakan antara ilmu dan bukan ilmu adalah konsep falsifiabilitas. Konsep ini
digagas oleh Karl Popper pada tahun 1919-20 dan kemudian
dikembangkan lagi pada tahun 1960-an. Prinsip dasar dari konsep ini
adalah, sebuah pernyataan ilmiah harus memiliki metode yang jelas yang dapat
digunakan untuk membantah atau menguji teori tersebut. Misalkan dengan
mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang tidak mungkin terjadi jika
pernyataan ilmiah tersebut memang benar.
C.
Hubungan Antara Ilmu dengan Filsafat
Berbagai pengertian tentang filsafat
dan ilmu sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka berikutnya akan tergambar
pula. Pola relasi (hubungan) antara ilmu dan filsafat. Pola relasi ini dapat
berbentuk persamaan antara ilmu dan filsafat, dapat juga perbedaan di antara
keduanya.
Di zaman Plato, bahkan sampai masa
al Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh disebut tidak ada.
Seorang filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir
manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praksis, berujung pada
loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu lahir dari
filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang
didukung dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat.
Wilayah kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa
awal perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu,
tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan bahwa untuk saat ini, filsafat
tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan dikembangkan oleh manusia. Sebab manusia
hari ini mementingkan ilmu yang sifatnya praktis dibandingkan dengan
filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”. Tetapi masalahnya betulkah demikian? Ilmu telah menjadi sekelompok
pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara sistematis. Tugas ilmu
menjadi lebih luas, yakni bagaimana ia mempelajari gejala-gejala sosial lewat
observasi dan eksperimen.
Keinginan-keinginan melakukan
observasi dan eksperimen sendiri, dapat didorong oleh keinginannya untuk
membuktikan hasil pemikiran filsafat yang cenderung Spekulatif ke dalam bentuk
ilmu yang praktis. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai
keseluruhan lanjutan sistem pengetahuan manusia yang telah dihasilkan oleh
hasil kerja filsafat kemudian dibukukan secara sistematis dalam bentuk ilmu
yang terteoritisasi.
Kebenaran ilmu dibatasi hanya pada
sepanjang pengalaman dan sepanjang pemikiran, sedangkan filsafat menghendaki
pengetahuan yang koprehensif, yakni; yang luas, yang umum dan yang universal
(menyeluruh) dan itu tidak dapat diperoleh dalam ilmu.
Lalu jika demikian, dimana saat ini
filsafat harus ditempatkan? Menurut Am. Saefudin, filsafat dapat ditempatkan
pada posisi maksimal pemikiran manusia yang tidak mungkin pada taraf tertentu
dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran filsafat, sama artinya dengan
melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari realitas kehidupan manusia
yang memiliki sifat untuk terus maju.
Ilmu dapat dibedakan dengan
filsafat. Ilmu bersifat pasteriori. Kesimpulannya ditarik setelah melakukan
pengujian-pengujian secara berulang-ulang. Untuk kasus tertentu, ilmu bahkan
menuntut untuk diadakannya percobaan dan pendalaman untuk mendapatkan
esensinya. Sedangkan filsafat bersifat priori, yakni; kesimpulan-kesimpulannya
ditarik tanpa pengujian. Sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data emfiris
seperti dimiliki ilmu. Karena filsafat bersifat spekulatif dan kontemplatif
yang ini juga dimiliki ilmu. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh
filsafat itu sendiri, tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuan
melalui observasi dan eksperimen atau memperoleh justifikasi kewahyuan. Dengan
demikian, tidak setiap filosof dapat disebut sebagai ilmu, sama seperti tidak
semua ilmuwan disebut filosof. Meski demikian aktifitas berpikir. Tetapi
aktivitas dan ilmuwan itu sama, yakni menggunakan aktifitas berpikir filosof.
Berdasarkan cara berpikir seperti
itu, maka hasil kerja filosofis dapat dilanjutkan oleh cara kerja berfikir
ilmuwan. Hasil kerja filosofis bahkan dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu.
Namun demikian, harus juga diakui bahwa tujuan akhir dari ilmuwan yang bertugas
mencari pengetahuan, sebagaimana hasil analisa Spencer, dapat dilanjutkan oleh
cara kerja berpikir filosofis.
Di samping sejumlah perbedaan tadi,
antara ilmu dan filsafat serta cara kerja ilmuwan dan filosofis, memang
mengandung sejumlah persamaan, yakni sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki
tugas melukiskan, sedangkan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan.
Aktivitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta.
Sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya
fakta itu, dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya.
Berbagai gambaran di atas memperlihatkan bahwa filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu pengetahuan, namun di sisi yang lainnya ia juga dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan. “Sombongnya”, filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa demikian? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut sebagai filsafat ilmu.
Berbagai gambaran di atas memperlihatkan bahwa filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu pengetahuan, namun di sisi yang lainnya ia juga dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan. “Sombongnya”, filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu.
Kenapa demikian? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut sebagai filsafat ilmu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa
antara ilmu dan filsafat ada persamaan dan perbedaannya. Perbedaannya ilmu bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah
melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat
priori kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan
adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat
spekulatif.
Di samping adanya perbedaan antara ilmu dengan
filsafat ada sejumlah persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran. Ilmu
memiliki tugas melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan
aktivitas ilmu digerakan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta,
sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya
fakta itu dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar